Bloglovin Google+ Facebook Twitter Image Map

29 May 2011

Dear Diary



Tadi siang, aku iseng-iseng liat lemari bukuku yang semenjak aku ngekos rada nggak keurus. Sebenernya nggak murni iseng sih. Jadi, awalnya itu karena temen-temenku minta bawain novel, yah mumpung lagi di rumah, aku cari-cari deh tuh yang nggak gitu tebel, biar nggak berat bawanya. Terus, secara nggak sengaja, aku malah nemuin tas warna hijau lumut yang isinya tuh diary, kertas-kertas, bungkus cokelat, foto, dan bla bla bla banyak banget deh. Aku jadi agak flashback gara-gara barang-barang itu yang padahal udah sengaja aku umpetin satu tahun lalu. Hmm, sebenernya aku sebatas malu dan bingung aja sih mau naro semua itu dimana. Nggak enak aja kalo ketauan orang. Paling nggak, barang-barang itu tuh saksi bisu beberapa kejadian penting di hidup aku. Dan soal diary, setelah aku baca-baca tadi, diary itu udah mulai aku tulis dari tahun 2004, haha udah lama banget. Aku sampe lupa kalo aku dulu sebegitu rajinnya menuliskan segala hal yang kadang nggak begitu penting. Diaryku sampe ada enam, mana tebel-tebel semua lagi. Yang lebih nggak nyangka lagi adalah aku nulis disitu kayanya beda banget sama aku yang sekarang. Oke, melankolis sih masih, tapi ya ampun, aku yang di diary itu tuh kaya apa yaaa... Hmm, naif. Yayaya, sebut aja naif. Satu contoh nih, yaaaa. Aku bilang kalau aku takut banget temen aku marah karena aku akrab sama orang yang dia suka, padahal tuh dia nggak harus marah karena aku nggak ada perasaan apa-apa sama orang itu. Guess what? Di lembar berikutnya aku bilang kalau aku patah hati karena temenku akhirnya jadian sama orang yang katanya sih "aku nggak suka". Omaygad, Manda. Hahaha sumpah nggak nyangka deh. Terus, hal lainnya adalah sifat aku disitu kayanya lemah banget, yah masih suka kelewat make perasaan. Mungkin masih baik hati, lugu, pendiam dan aaaaaaaaah entah dimana sifat sifat itu sekarang.

Dipikir-pikir sih emang agak aneh. Aku yang sekarang itu cenderung terlalu kuat. Oke, mungkin hati emang masih sama, tapi menyikapi masalah hati itu yang udah beda. Kadang-kadang aku nyesel juga, citra aku yang selalu nggak apa-apa, yang meskipun nangis tetep bisa becanda, yang nggak suka ngebesarin masalah, ah, hal itu bikin orang-orang agak kurang mencemaskan aku. Meskipun, yaaa gini deh, Superman sekalipun masih butuh bantuan kan? Sama, aku juga. Aku mandiri, aku tegar, aku nggak pernah meledak-ledak, aku bisa nguasain diri aku, aku bisa ngontrol bicaraku, segalanya nggak berarti aku bisa ditinggal sendiri tanpa harus dikhawatirkan, kan? Ya, sebenernya aku emang nggak pernah sendirian, saat seseorang pergi, selalu ada orang lain yang siap nemenin aku. Tapi, maksud aku tuh lebih ke soal hati. Membaca hati, itu yang sulit. Intinya, nggak selamanya aku siap untuk selalu nggak kenapa-kenapa. Aku menyesalkan saat dimana orang lebih memilih menyuruh orang lain bersandar, bukan aku,  karena dia melihat aku yang saat itu ada di sampingnya seperti masih mampu berdiri. Aku menyesalkan karena dengan aku yang selalu bisa bertahan ini malah membuat orang lain menuntutku bertahan lebih, lebih, dan selalu lebih dari sebelumnya. Aku menyesalkan karena aku tak mau merepotkan orang lain, orang itu malah memilih untuk bersama yang lain karena aku dianggap tidak membutuhkannya saat itu. Sungguh, saat aku tidak membutuhkan bantuan, apa salahnya bila aku tetap ditemani? Simpelnya, aku mau seseorang berusaha membuatku tertawa padahal dia tahu saat itu pun aku sedang tertawa. Yah, oke, itu rumit, memang, bukan simpel. Uh.

Balik lagi ke diary, aku jadi pengen nulis diary lagi, setiap hari. Karena aku sadar betul, tulisan-tulisan itu membantuku membayangkan lagi peristiwa yang pernah terjadi, betapapun lamanya.
Yaudah deh, segitu aja. Semoga niat nulis diary ini lama nempelnya. Amin.
Aku harus balik ke Depok lagi besok. Hhhh. Singkat banget, yaaa.
Sampai jumpa lagi ;)

No comments:

Post a Comment

Hi, there. Thanks for stopping by ^^ Kalau mau komentar, jangan anonim, yah! :)